DetikNews86.com, Banda Aceh | Tokoh Aceh yang juga mantan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar mengatakan, Pj Gubernur Aceh, Mayjen (Purn) Achmad Marzuki akan memimpin Aceh seorang diri tanpa wakil selama setahun kedepan.
Memimpin Aceh seorang diri, menurutnya memang sangat berat, apalagi dengan berbagai persoalan yang ditinggalkan oleh Gubernur Nova, seperti masalah kemiskinan dan berbagai persoalan lainnya.
“Karena dalam beberapa tahun terakhir ini khususnya pasca penangkapan gubernur Irwandi Yusuf, saya pikir banyak masalah pembangunan yang terhambat karena tidak ada wagub,” katanya, disela-sela pelantikan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh, Rabu 6 Juli 2022.
Karena itu, Muhammad Nazar menyarankan, perlu adanya normalisasi kembali pembangunan Aceh agar lebih menguntungkan rakyat Aceh kedepan.
“Saya kira dengan ada Pj Gubernur, harus menormalkan kembali pembangunan di Aceh berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk masyarakat. Karena dananya sangat besar, lebih besar beberapa kali lipat daripada periode saya dengan Pak Irwandi pertama kali,” ungkapnya.
Muhammad Nazar juga berharap agar rintisan pembagunan yang pernah dilakukannya bersama Irwandi Yusuf dulu akan berlanjut. “Itu semua ada dalam masterplan atau rancangan pembangunan jangka panjang yang kami buat dulu di tahun 2008,” sebutnya.
Selebihnya, dalam menghadapi pesta politik pemilu tahun 2024, Muhammad Nazar juga mengharapkan akan berjalan dengan baik seperti yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian.
Salah satu alasan ditempatkan Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh, katanya, agar netral dalam memimpin dan menyelenggarakan pemerintahan. Nazar juga mengingatkan bahwa Aceh saat ini masih dalam masa transisi perdamaian.
“Kita harap akan segera matang dan dapat dibangun dengan baik terutama dalam hal pembangunan ekonomi. Termasuk beban yang paling penting beberapa pulau milik Aceh yang diambil alih oleh Provinsi Sumatera Utara secara de fakto atau de jure. Kita dengar tadi dalam pidato pimpinan dewan, itu harus kembali ke Aceh,” ucapnya.
Nazar membeberkan, sebenarnya dari dulu isu tentang pulau tersebut sudah terjadi pada masa kepemimpinan Irwandi Yusuf dengan dirinya yang saat itu menjadi wakil gubernur.
“Tapi dulu kita berhasil mempertahankan dan menyelesaikan, tetapi kemudian tidak ada yang menjaga. Pada masa Zaini Abdullah kemudian pada masa Nova Iriansyah juga tidak ada yang menjaga, karena keadaan kepemimpinannya bisa dibilang tidak berjalan dengan baik mungkin, apalagi tidak ada wagub kemarin Pak Nova,” tuturnya.
Dia juga meminta Pemerintah Pusat selalu memperhatikan dan memprioritaskan kepentingan Aceh untuk merawat perdamaian. “Memang saat ini masa damai dan perdamaian sudah berlangsung 17 tahun, tapi bukan berarti tidak akan ada sesuatu yang baru. Jika salah mengurus Aceh maka potensi konflik itu selalu ada,” katanya mengingatkan.
Apalagi, tambahnya, masyarakat di Aceh penurunan angka kemiskinannya tidak terjadi dengan baik, tidak seimbang dengan APBD yang ada di Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota dalam 10 tahun terakhir.
“Hanya pada periode pertama dulu saya kira pertumbuhan ekonomi terjadi secara signifikan dengan program-program termasuk penguatan sumberdaya manusia besar-besaran yang pernah kita lakukan,” kata tokoh penggerak Referendum Aceh tahun 1998 tersebut.
Muhammad Nazar berpesan kepada Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, walaupun hanya satu tahun memimpin Aceh atau bisa saja diperpanjang menjadi dua tahun, agar ia berusaha yang terbaik untuk Aceh.
“Intinya, Pak Marzuki ini walaupun dari kalangan militer, dan juga mungkin oleh masyarakat Aceh dianggap bukan orang Aceh, itu saya pikir yang paling penting itu beliau harus memahami Aceh dan melakukan pendekatan pembangunan yang lebih Aceh daripada orang Aceh. Ini harus menjadi strategi beliau. Termasuk isu-isu penegakan hak asasi manusia harus terjadi di tangan beliau,” harap Muhammad Nazar.