DPW C.I.C Aceh, ini dalang defisit anggaran Kabupaten Aceh Tenggara 

Share artikel ini

DETIKNEWS86.COM, KUTACANE

Sampai saat ini masih menjadi pembicaraan hangat persoalan defisit anggaran di Kabupaten Aceh Tenggara. Tak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai Rp.106,6 miliar, Minggu (18/6/2023)

Bahkan, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tenggara, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dituding telah gagal melaksanakan tugas pokoknya, sehingga terjadi defisit APBK 2022 daerah  tersebut.

DPW C.I.C Aceh menilai, penyebab defisit tersebut terjadi karena Pemkab Aceh Tenggara tidak profesional dalam merumuskan kegiatan yang ditampung pada Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) 2022, dimana ia menyebutkan pihak yang paling bertanggungjawab yaitu Sekda selaku Ketua TAPD.

Bahkan Sulaiman Datu menduga kuat, defisit APBK ini terjadi disebabkan masuknya kegiatan diluar yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Aceh Tenggara, artinya ada proyek atau kegiatan menumpang ditengah jalan.

Dimana defisit ini terjadi salah satunya karena banyak kegiatan yang masuk di luar kegiatan yang sudah ditetapkan di RKPD, yang juga menyebabkan terlambatnya pengusulan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS)  tahun 2022,” kata Sulaiman Datu kepada DetikNews86.com Aceh.

Jika demikian, sebut Sulaiman Datu, “maka masyarakat akan berpikir, bukankah penetapan anggaran harus dilakukan tepat waktu, agar program kegiatan dan pembangunan direncanakan terealisasi pada tahun anggaran berjalan.”

“Sehingga, pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar. “Devisit anggaran kok minta masyarakat memaklumi. Kemarin-kemarin dalam momen pemilihan semuanya terlihat visioner, sekarang giliran defisit malah masyarakat dipaksa maklum,” ungkapnya.

Menurut Sulaiman Datu, hal tersebut menunjukkan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten dalam manajemen perencanaan dan penganggaran.   “Karena menurut Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatan waktu dalam penerapannya. Lah, gimana mau tepat waktu, ngurusin dukun mulu sih,” sebutnya.

Tambahnya, oleh sebab itu masyarakat harus cerdas dan jangan mau memilih pemimpin yang tidak berkualitas. “Umumnya praktik dan pola deskriptif atas kerja yang tidak professional, lahir dari gelagat yang memang tak punya kualitas. kalau begitu, mau nggak mau kita yang harus pintar-pintar menyaring,” cetus Sulaiman Datu.

[Ady]