Keadilan Hukum Bagi Orang Miskin

Share artikel ini

DETIKNEWS86.COM | JAKARTA

Di era Demokrasi dan Reformasi saat ini masyarakat sudah semakin sadar hukum jika dibandingkan dengan era sebelumnya, Minggu (15/10/2024)

Jika dicermati di masyarakat setiap perkara (perselisihan) yang tidak bisa didamaikan maka biasanya langsung dibawa ke pengadilan dengan harapan akan ada putusan hukum yang dapat diterima pihak-pihak yang berperkara. Akan tetapi, realitanya hampir setiap putusan hukum oleh pengadilan akan didemonstrasi atau diprotes oleh sekelompok masyarakat karena dirasakan tidak adil.

Hal tersebut terus terjadi dimasyarakat karena mereka tidak mengetahui mana putusan yang adil, oleh karena itu norma-norma mengenai keadilan, kepatutan dan bahkan kebenaran pun semakin kabur dan sulit untuk dipahami para pelakunya.

Keadilan milik semua manusia. Tidak perduli kaya dan miskin. Tidak perduli apapun strata sosialnya. Tidak perduli apapun jabatannya. Tidak perduli siapapun orang tuanya. Itulah makna dari prinsip dasar: persamaan di hadapan hukum, equality before the law. Persamaan, tanpa perbedaan hukum, bagi setiap manusia.

Namun itu adalah teori, bukan praktik. Dalam praktik, dalam kenyataannya teori seringkali tidak terwujud. Maka, muncullah ungkapan standar, penegakan hukum yang ibarat sebilah pisau, “tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Keadilan hanya milik orang kaya, bukan orang miskin.

Maka ibarat pelayanan kesehatan yang sering menghadirkan sindiran, “Orang miskin tidak boleh sakit”, maka dalam hal penegakan hukum, muncul pula kesinisan, “Orang miskin tidak boleh benar” karena dalam faktanya, hukum sejak semula selalu mengandung potensi untuk cenderung memberikan keuntungan kepada mereka dari golongan yang lebih mampu secara financial.

Sementara hukum itu tidak adil terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Defenisi adil dan tidak adil sangat relative, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Jika ditinjau dari sisi pihak yang menang atau dimenangkan, putusan hukum selalu adil sementara sebaliknya dari sisi pihak yang kalah atau dikalahkan, putusan hukum selalu tidak adil.

Yang pasti, Negara kita dicanangkan sebagai Negara Hukum dengan hukum sebagai Panglima dan masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum. Tetapi di negeri kita, sepertinya hukum dan keadilan saling bertolak belakang, seolah dua kutub yang saling terpisah, hukum seperti tidak memiliki keadilan.

Hal ini tentunya bertentangan dengan filosofis hukum itu sendiri, yaitu bahwa hukum dilahirkan bukan sekedar untuk membuat tertib sosial, tapi lebih dari itu, bagaimana hukum dilahirkan dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.

Makna Dan Standar Keadilan

Salah satu asas hukum adalah keadilan, disamping kemanfaatan dan kepastian hukum. Secara bahasa kata “keadilan” berasal dari kata “Adil” dengan mendapat imbuhan (awalan) ke- dan akhiran-an. Asal usul kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab, yaitu al-‘adl/al’-adalah, yang berarti “tengah” atau “pertengahan”.

Keadilan berarti tidak memihak, berpihak kepada yang benar dan tidak sewenang-wenang. Namun karena keadilan adalah sesuatu yang abstrak, maka untuk mewujudkan suatu keadilan, kita harus mengetahui apa arti dari keadilan itu, Definisi keadilan dari para ahli sangat beragam, yaitu :

Aristoteles mengatakan bahwa keadilan adalah tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.

Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa keadilan adalah keadaan antar manusia yang diperlakukan dengan sama sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.

Notonegoro berpendapat bahwa suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Thomas Hubbes mengatakan bahwa suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.

Plato yang mengatakan bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa dimana keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khususnya memikirkan hal itu.

Ibnu Taymiyyah mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan sesuatu kepada setiap anggota masyarakat sesuai dengan haknya yang harus diperolehnya tanpa diminta, tidak berat sebelah atau tidak memihak salah satu pihak, mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan salah, bertindak jujur dan tetap menurut peraturan yang telah ditetapkan. Keadilan merupakan nilai-nilai kemanusiaan yang asasi dan menjadi pilar bagi berbagai aspek kehidupan, baik individual, keluarga dan masyarakat.

Keadilan tidak hanya menjadi idaman setiap insan, bahkan kitab suci ummat Islam menjadikan keadilan sebagai tujuan risalah samawi.

Ada beberapa macam bentuk keadilan, diantaranya ialah :

Keadilan moral, yang dapat terwujud bila setiap orang melakukan fungsi menurut kemampuannya.

Keadilan distributif yaitu keadilan yang dapat terlaksana apabila hal-hal yang sama diperlakukan dengan sama.
Keadilan komutatif yaitu keadilan yang bertujuan memelihara ketertiban atau kesejahteraan.

Keadilan sosial yaitu keadilan yang tercipta apabila setiap orang mendapat perlakuan yang adil di bidang hukum, politik, ekonomi dan budaya serta kemakmuran dapat dinikmati secara merata.

Keadilan sosial inilah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yang jelas tercantum dalam Pancasila sila ke-5 serta UUD 1945. Keadilan disini adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum.

Keadilan tidak dapat dipisahkan dari kewajiban. Keadilan juga tidak bersifat sektoral tetapi meliputi ideologi, IPOLEKSOSBUDHANKAM untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.

Mengapa Keafilan Bagi Orang Miskin Jarang Terwujud

Keadilan merupakan pilar terpenting dalam Islam, oleh sebab itu konsep keadilan dalam Al-Qur’an bukan hanya sebagai norma hukum melainkan menempatkannya juga sebagai bagian integral dari takwa.

Mengapa keadilan hukum itu harus diberikan penekanan porsi bagi orang miskin ? Jawabnya adalah karena ada kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan dalam Al’Qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat salah satunya adalah kaum miskin.

Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kaum miskin adalah akses terhadap keadilan (access to justice), terutama bagi mereka yang sedang berhadapan atau bermasalah dengan hukum. Lalu bagaimana mereka bisa mendapatkan perlakuan yang adil dalam peradilan? Caranya adalah dengan mendapatkan bantuan hukum yang merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang.

Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.

Secara umum, bantuan hukum bisa diartikan sebagai pemberian jasa hukum kepada orang yang tidak mampu, biasanya diukur secara ekonomi. Ini juga bisa diartikan, penyediaan bantuan pendanaan bagi orang yang tidak mampu membayar biaya proses hukum.

Karena bantuan hukum itu melekat sebagai sebuah hak, maka ada dua esensi dari bantuan hukum yaitu rights to legal representation dan access to justice.

The rights to legal representation bermakna hak seseorang untuk diwakili atau didampingi oleh advokat selama peradilan. Access to justice berdimensi lebih luas lagi, yakni tidak hanya diartikan sebagai pemenuhan akses seseorang terhadap pengadilan atau legal representation tetapi harus memberikan jaminan bahwa hukum dan hasil akhirnya layak, dan berkeadilan.

Adnan Buyung Nasution adalah pakar hukum yang pemikiran-pemikirannya selalu konsisten tentang access to justice dan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya bagi fakir miskin dan orang tidak berdaya, beliau menyatakan bahwa keadilan erat kaitannya dengan hak asasi manusia.

Dan hak untuk memperoleh keadilan merupakan hak pencari keadilan untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan fair (due process of law) dan keadilan itu sendiri hanya bisa diperoleh jika ada fair trial yaitu hak untuk diadili oleh pengadilan yang kompeten, jujur dan terbuka namun fair trial belum sepenuhnya bisa dijalankan di Indonesia khususnya bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan terpinggirkan.

Penulis Adalah Pemerhati Keadilan Hukum dan Ketua Umum CIC