Diduga Dana Desa Banding Agung Tahun 2020 Kurang Terserap Maksimal

Share artikel ini

Lampung Barat.||detiknews86.ComDana desa mengalir dalam jumlah fantastis kepada lebih dari 70 ribu desa di seluruh Tanah Air. Seandainya pengawasan masyarakat dapat optimal, potensi penyelewengan bisa dihindari.

Pembangunan desa resmi menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia pada 2015. Desa tidak diharapkan lagi menjadi kawasan terbelakang, kurang produktif, dengan penduduknya yang terus menua, sementara kaum mudanya bergegas pindah ke kota.

Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, berusaha meningkatkan ‘marwah’ desa. Dampak nyata dari beleid tersebut adalah pemberian fasilitas anggaran pembangunan kepada 74.093 desa di seluruh Tanah Air. Undang-Undang tersebut mengamanatkan pemerintah untuk mengalokasikan 10 persen APBN. Pada 2017, pemerintah menargetkan setiap desa mendapatkan kucuran dana desa minimal Rp 1 miliar.

APBN-P 2015 menganggarkan dana desa sebesar Rp20,7 triliun dengan total yang disalurkan mencapai Rp19,8 triliun hingga akhir 2015. Selain dana desa, desa juga menerima sejumlah anggaran melalui berbagai sumber. Sumber anggaran desa dengan besaran yang signifikan antara lain dikenal dengan Alokasi Dana Desa (ADD). Melalui dana desa dan ADD, potensi dana yang mengalir ke seluruh desa di Indonesia sekitar Rp58 triliun di 2015, dan akan terus meningkat.

Mengingat pentingnya pemanfaatan anggaran tersebut untuk mengembalikan peran desa sebagai soko guru pembagunan, dan Instansi Terkait harus berinsiatif melakukan kajian pengelolaan keuangan desa, untuk mendorong perbaikan sistem pengelolaan, sekaligus mengawasi penyalurannya bersama masyarakat.

Sebab, sebagaimana pepatah, “Ada gula, ada semut”. Besarnya dana yang dikelola, bila tak diimbangi dengan kemampuan manajerial yang baik dan pengawasan yang ketat, tentu akan mudah terjadi penyelewengan dan korupsi.

Untuk formulasi penentuan besaran dana desa, dalam Pasal 11 PP No 60/2014, formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten cukup transparan, yakni dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Namun, pada PP yang baru, yakni Pasal 11 PP No 22/2015, sebesar 90 persen anggaran dibagi rata ke semua desa. Sisanya, 10 persen dibagi menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.

Pada aspek tata laksana, transparansi rencana penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran belanja desa masih rendah, laporan pertanggungjawaban yang dibuat desa belum mengikuti standar dan rawan manipulasi, serta APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.

Berdasarkan regulasi yang ada, mekanisme penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, tidak selamanya kualitas rumusan APBDesa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan prioritas dan kondisi desa tersebut.

Seperti Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di Pekon (Desa) Banding Agung, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2020. Pasalnya, pada tahun 2020 Pekon Banding Agung mengalokasikan Anggaran Dana Desa (ADD) di alokasikan Ke Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Embung Desa Sebesar Rp.372.700.000.,- ( Tiga Ratus Tujuh Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah), dan Alokasi Peningkatan Produksi Peternakan (Alat Produksi dan pengolahan peternakan, kandang, dll) Sebesar Rp 62.428.000.,- ( Enam Puluh dua Juta, Enam Ratus Dua Puluh Delapan Ribu Rupiah,), diduga kurang Terserap Secara Maksimal.

Mengenai dugaan tersebut, Tim media ini mencoba mengkonfirmasi kepada Supangat Sebagai Peratin (Kepala Desa) Pekon Banding Agung. Iya mengatakan,

” Semua sudah terserap dengan baik, bahkan bener tentang anggaran dana desa saya pasang di Pekon,” katanya.

Disamping itu, Masyarakat Meminta Kepada Instansi Terkait agar mengaudit kembali Laporan Penggunaan Dana Desa Pekon Banding Agung.

” Harus di audit kembali pak, kami sebagai masyarakat kurang merasakan pengelolaan. Seperti Dana Bumdes, dan lainya,” Ungkap Masyarakat yang enggan di sebutkan namanya.

(SAMSUN)