Sumenep //detikNews86.com – Adanya sebuah berita yang berisikan narasi kurang tertata dan kurang maksimal bahkan diduga dipaksakan tersaji kepada publik mengenai kebijakan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa BLT- DD, Pelayanan di desa, bahkan Kades jarang ngantor hingga dikomentari oleh salah satu mantan Kepala desa yang kini beralih profesi menjadi aktivis dibantah tegas oleh Kepala Desa Pagerungan Besar, H. Yuliandi Abd. Rochim. Sabtu, 20/08/2022.
“Terkait dengan BLT DD desa Pagerungan Besar, sebelumnya sudah dijelaskan sedetail mungkin kepada teman teman media bahkan cukup jelas kepada mereka saya memberikan klarifikasi. Kita harus bisa pahami bersama dulu mekanisme tentang penganggaran alokasi dana BLT DD ini, sejauh mana batas kewenangan kewenangan desa,” tegasnya Kades Pagerungan Besar saat diwawancarai melalui telepon. Sabtu, 20/08. Malam.
Menurutnya, Kepala desa itu hanya mengusulkan data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) saja. Nantinya, setelah sampai di Kabupaten akan disinkronkan dengan data data bansos bansos lainnya di Dinas Sosial (Dinsos).
“Setelah di sinkronisasi tidak ada masalah, baru kemudian BLT DD itu bisa dimohon untuk di realisasikan. Nah, kalau dananya sudah masuk ke rekening kita, kemudian mau mencairkan, itu hanya singgah sebentar saja langsung over booking ke rekening BPRS,”
“Karena sesuai regulasi, BPRS yang harus menyalurkan. Oleh karenanya, yang menerbitkan barkode penerimanya kepada KPM itu BPRS, yang menyalurkan ke bawah juga BPRS. Dan biasanya, BPRS ini didampingi dari pihak Kecamatan pada saat menyalurkan BLT DD kepada para KPM,” tuturnya.
Pihaknya pun menyayangkan dan hanya bisa mengelus dada saat diberitakan tidak baik.
“Intinya, BPRS ini tidak akan memberikan kepada orang lain. Pasti kepada penerima yang sesuai dengan data yang dipegang BPRS. Urusan setelah dana diterima oleh KPM itu lain cerita. KPM mau buat bayar apapun, mau disumbangkan kemana pun, untuk kebutuhan apapun, termasuk kebutuhan bayar listrik dan PLN itu sudah bukan ranah kita lagi, itu kan sudah hak mereka, suka suka mereka mau digunakan untuk apa, bukan lagi menjadi kewajiban kita untuk harus mengawasi mereka. Itu yang mungkin kita harus pahami bersama terkait dengan BLT DD ini,’ ungkapnya
Jadi, terkait persoalan BLT DD yang dimaksud, kata Kades perlu diperjelas.
“Jika masyarakat yang diwawancarai itu bukan penerima, maka tidak realistis . Tapi, kalau penerima BLT DD -nya saya yakin tidak mungkin ngomong seperti itu, dan tentunya akan ngomong seperti apa yang diketahui,” katanya.
Namun, lanjut Kades, jika keterangan tersebut datangnya dari masyarakat lain yang sifatnya bukan penerima, ini yang repot dan itu pun harus dipisahkan.
“Karena masyarakat tidak semuanya suka dengan kita. Yang tidak suka tentu akan menceritakan hal yang kurang baik dan yang suka dengan kita tidak mungkin mencerita yang tidak baik” lanjut Kades Yuliandri Abd. Rochim.
Kepala Desa visioner ini juga mempertegas, mengenai pelayanan di desa saat ia ada giat di daratan.
“Saya rasa, untuk pelayanan kepada masyarakat tetap dipenuhi dan tidak ada hambatan. Apabila pelayanan tidak terpenuhi dan masyarakat tidak terlayani maka saya paling anti juga. Bahkan saya sudah berpesan kepada Sekdes jangan sampai ada masyarakat yang tidak terlayani ketika ada kebutuhannya. Karena Sekdes kita tetap ada di tempat saat Kepala desa tidak ada di tempat,” ucap Kades memastikan.
H. Yuliandi menyayangkan jika ada bahasa Kades Pagerungan Besar jarang ngantor, Kadesnya orang daratan dan lain sebagainya dari orang yang mempunyai tandensi buruk.
“Yang jelas, saya datang ke daratan untuk mengurus kepentingan desa bukan untuk kepentingan pribadi. Salah satu contoh kemarin, saya pulang dari Sumenep itu hari Selasa tanggal 16 Agustus, saya bareng dengan teman teman dari Dinas Perhubungan karena ada kaitannya dengan pembebasan jalan menuju ke pelabuhan dermaga perintis yang akan dibangun di desa pegerungan Besar nanti,” lanjutnya.
“Itulah salah satu program yang selalu kita kawal dan dikomunikasikan di daratan. Kalau hal hal seperti ini tidak dikawal dengan baik, ya susah juga untuk terealisasi, bukan berarti tidak mungkin terealisasi, tapi susah juga untuk terealisasi dengan cepat tanpa ada pengawalan dari desa. Itulah tujuan kita ke ke daratan,” tukasnya.
Kata dia, banyak hal yang harus diurus dan diselesaikan di daratan. “Jadi keliru jika kepala desa kepulauan ini disamakan dengan kepala desa di daratan dan harus ada perbedaan antara Kades kepulauan dengan daratan.
“Termasuk jarak yang harus ditempuh dengan waktu waktu yang tertentu dan tidak setiap saat bisa dilakukan, ketika sampai di daratan pasti membutuhkan waktu beberapa hari. Temasuk saat ada rapat dengan perusahaan Kangean Energi Indonesia, Ltd. (KEI) ihwal penetapan Anggaran CSR tahun 2021 di Prigen,” ulasnya.
Kemudian setelah itu, harus di diskusikan dengan Kepala Dinas DPMD dan teman teman KEI yang kaitannya dengan program Kangean Energi untuk mencari rumusan yang paling tepat dalam melakukan sebuah kebijakan dan tidak serta merta kemauan kepala desa.
“Akan tetapi hal itu harus disinkronkan dan butuh waktu serta proses untuk diskusi dengan instansi terkait. Itulah gunanya kita berangkat ke daratan bukan semata mata mengurus kepentingan pribadi dan harus dipahami,” pungkasnya.
Sementara itu, menanggapi berita yang isi narasinya diduga ada tandensi buruk, Aktivis BIDIK Sufriadi angkat bicara dan memberikan support terhadap Kepala desa Pagerungan Besar, H. Yuliandi Abd. Rochim
“Terkait BLT Dana desa itu sudah regulasinya. Dan secara tegas saya katakan bahwa pihak Bank itu turun langsung kepada masyarakat untuk menyalurkannya,”
“Mau diperuntukkan untuk apa oleh keluarga Penerima Manfaat (KPM) itu terserah. Yang jelas itu bukan ranahnya Pemerintah desa lagi setelah dibagikan,” tegas Aktivis yang beristrikan warga Pagerungan Besar ini.
Sufriadi turut memberikan sentilan pedas kepada pengkritik bahwa Kades daratan dan kepulauan itu sangatlah beda.
“Kepala desa daratan dan Kepala desa kepulauan itu sangatlah berbeda. Apalagi dalam hal ini, kegiatan Kepala desa kepulauan di daratan tentu ada urusan yang berhubungan dengan desa. Termasuk pembebasan lahan jalan yang akan dibangun pelabuhan dermaga. Kalau tidak salah untuk dana pembebasan lahannya ditanggung oleh Pemkab, semetara untuk anggaran dermaganya dari dana APBN. Bisa di kroscek ke Pemkab terkait alokasi dana ini.”
“Jadi tidak perlu Kades ini membuat pengumuman dari A sampai Z terkait kepentingan desa yang diurus di daratan,” ungkap aktivis diplomatis ini .
Kemudian Sufriadi sedikit mengulas Lead ( Teras Berita) yang ditayangkan di salah satu media online dengan kalimat, ‘Praktek Dugaan Korupsi Penyaluran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa di Pagerungan Besar, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep anggaran Tahun 2021 jadi perhatian publik dan aparat penegak hukum Kabupaten Sumenep“.
Tidak hanya itu, Sufriadi juga dibuat bingung memaknai narasi yang seakan tidak nyambung dengan persoalan yang ada. ‘Lagi-lagi bantuan yang di gelontorkan dari Pemerintah Pusat diduga jadi santapan empuk Pemerintah Desa (Pemdes), dengan berbagai strategi dan upaya bagaimana bantuan tersebut dimilikinya’.
“Praktek Dugaan Korupsi yang mana? Sudah jelas kok regulasinya. Yang menerbitkan barkode penerimanya kepada KPM itu BPRS, yang menyalurkan ke bawah juga BPRS. Dan biasanya, BPRS ini didampingi oleh teman teman dari Kecamatan pada saat menyalurkan BLT DD.”
“Kemudian jadi perhatian Aparat Penegak Hukum yang mana? atas dasar apa? Laporan? Aduan? atau opini pribadi? Jangan mencampur adukkan opini dengan fakta, dikit dikit membawa aparat penegak hukum. Pelajari dulu regulasinya,” tandas Sufriadi geram.
Mengakhiri wawancaranya, Sufriadi mengajak kepada semua elemen untuk turut serta memberi kontribusi untuk mendorong pembangunan dan perekonomian Daerah. “Kita harus hadir sebagai bagian dari Solusi bukan dari bagian dari masalah agar cita cita Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep segera terwujud,” tandasnya.
(Robby detik)