JEPARA.//detikNews86.com – minggu (25/04/2022). Jika kepemimpinan itu diorientasikan sebagai kepentingan belaka maka terjadilah malapetaka. Namun jika kepemimpinan itu datang dari keterpanggilan merubah banyak hal maka terjadilah sesuatu yang mensejahtrakan banyak orang.
Akhir-akhir ini, masyarakat Jepara dikejutkan dengan demagogi pemimpin yang mempertontonkan pemecat Sekda yang tidak berdasar alasan hukum yang kuat, karena bukan karena keterampilannya dalam menggunakan ilmu forensik untuk memecahkannya.
Bagaimana tidak, di tengah masa-masa sulit menghadapi (Covid -19) pemimpin justru mempertontonkan perseteruan terbuka, hal ini tentu merupakan catatan hitam bagi masyarakat Jepara. Di satu sisi, kepercayaan (social trust) masyarakat telah dirusak akibat dampak perseteruan yang tidak jelas masalahnya.
Fenomena perseteruan itu ditandai oleh munculnya begitu banyak hal paradoks, mulai dari melaporkan ke KASN sampai dengan dugaan terkait kasus yang lebih besar. Fenomena perseteruan itu sekaligus menunjukan degradasi Kepemimpinan.
Berat memang , mengakui degradasi Kepemimpinan di Jepara. Namun ungkapan itu bukanlah sesuatu hal yang tidak beralasan, mulai dari persoalan Pembentukan tim Panitia Khusus (Pansus) uji kompetisi lelang jabatan dan penempatan pejabat SKPD tidak dilibatkan yang menuai kritik dari sejumlah kalangan. Bahkan mengabaikan Surat Rekomendasi dari KASN.
Akumulasi dari berbagai masalah yang tidak terjawab melahirkan kebingungan dan disorientasi kolektif. Hal ini menunjukan bahwa semakin bobrok moral dan mentalnya pemimpin, masyarakat Jepara mengibaratkan pemimpin seperti ini, Ibarat anak nakal yang tak disuguhkan semua keinginanya seringkali memberontak, bukan karena dia tidak dipahami sebagai anak, melainkan anak ini memang tidak dididik untuk mengontrol semua keinginannya.
Kita semakin sulit mencari pemimpin yang baik (good leader). Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau berkorban dan peduli untuk orang lain serta bersifat melayani, karena pada esensinya kepemimpinan itu ialah pertanggungjawaban.
Bila kita perhatikan pemimpin Jepara ini, tidak banyak memberikan contoh bagaimana sosok pemimpin yang seharusnya, justru yang terlihat sebagai seorang figue pemimpin yang jauh dari harapan masyarakat.
Pemimpin seperti ini lebih dilandasi pada keinginan pribadi dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok dari pada kepentingan masyarakat Jepara. Tak heran jika akhirnya masalah-masalah yang membelit masyarakat Jepara jadi bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan.
Karena yang menjadi prioritas utama adalah mengambil keuntungan finansial sebanyak mungkin tanpa sekalipun pernah berpikir untuk mempertimbangkan konsekuensi atau akibat dari apa yang dilakukannya.
Menjadi penting jika nilai harus diganti dan dibayarkan sebanding dengan apa yang telah dikeluarkan pada masa-masa kampanye, bukan lagi berfungsi untuk pengabdian serta bertanggung jawab pada masyarakat.
Padahal, orientasi, visi dan janji-janji sudah disampaikan saat kampanye, bahwa pemimpin dan masyarakat punya komitmen. Namun acap kali masyarakat yang menjadi korban atas perbuatan pemimpinnya sendiri. Justru karena itu masyarakat juga harus banyak
Karena hal ini sekaligus menunjukan bahwa semua masalah masyarakat tidak bisa diselesaikan dengan retorika dan janji-janji belaka. Butuh pemimpin yang amanah, yang berani mendobrak banyak hal, visioner, serta memiliki komitmen dan keteguhan.
Pemimpin itu seharusnya mempunyai inisiatif tersendiri dalam bertindak dan mengambil suatu keputusan yang terbaik. Dan memiliki sikap empati yang dalam terhadap masyarakat yang dipimpinnya.
Oleh sebab itu, saatnya bagi kita masyarakat Jepara untuk mengkoreksi banyak hal, mulai dari memilih pemimpin sampai dengan menyandarkan diri pada kepentingan publik dan mempertimbangkan kepentingan-kepentingan yang sifatnya sesaat saja, seperti memberi ijin tanpa dasar kewenangannya.
“Seorang pemimpin belum dikatakan memimpin sampai dia meletakkan pelayanan dalam kepemimpinannya” (rud)