DetikNews86.com-Subulussalam | Beredarnya sebuah rekaman suara berbahasa daerah disebuah grup whatsap mencatut nama Walikota Subulussalam yang diduga terkait Pilkades Subulussalam Timur. Kamis (29/9/2022)
Dari suara rekaman itu sangat jelas terdengar mencatut nama walikota, jadi ada dugaan dari rekaman suara itu suruhan orang tertentu dimana jelas ada di sebut PNS dan tenaga honor ada sekitar 50 lebih orang di Desa Subulussalam Timur.
Direkaman mempertanyakan apakah itu suruhan Pak Walikota dengan bahasa daerah kampong lae souraya, “AKU SEKEL MENGKUSO KONA TEKHUS TEKHANG SAMBING”, terus di jawab direkaman itu, “DATA PNS KHEMBAK TENAGA HONOR NGO DI LAPOR MI BAPAK SEKITAKH 50 LEBIH SUBULUSSALAM TIMUR DAN IDI SETIAP DESA”
Dari rekaman itu ada dugaan keterkaitan tentang Pilkades yang akan digelar minggu depan jelas ada disebut, MUNA ENDA SURUHAN WALIKOTA AKU MELUAKH TEKHUS MASUK AKU MI NOMOR TELU, dengan bahasa daerah.
Arti dari percakapan di atas,saya mau tanya sebenarnya apakah itu inisiatif mu apa betul suruhan walikota, lalu jawaban dari rekaman itu?? Dia begini di Desa Subulussalam Timur PNS dan tanaga honor bekisar 50 orang sudah dilaporkan ke bapak (walikota red) maksud dari rekaman tersebut.
Sangat disayangkan bila ini memang terjadi demikian, sudah tentu merusak citra demokrasi yang mencatut nama orang nomor satu dikota Subulussalam untuk memperoleh sebuah jabatan Kades.
Secara jelas disebutkan netralitas ASN, Kades sampai dengan Perangkat Desa diantaranya pada Pasal 280 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bahwa “Pelaksana dan/atau tim Kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan aparatur sipil Negara, kepala desa, perangkat desa, anggota badan permusyawaratan desa”.
Dalam Undang-undang Pemilu tersebut kata Kades atau sebutan lainnya di sebut beberapa kali, hal itu menunjukkan bahwa Undang-Undang ini serius me-warning bahwa mereka yang tersebut diatas harus benar-benar netral dalam pemilihan baik pemilu, maupun pilkada atau Pilkades.
Sehingga ketentuan terkait netralitas ASN bukan hanya di undang-undang Pemilu saja tetapi juga di atur dalam undang-undang ASN dan aturan disiplin kepegawaian.
Yang juga harus digaris bawahi ancaman pidana terhadap pelanggaran netralitas khususnya kepala desa atau sebutan lainnya, seperti terdapat dalam Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Aparat Penegak Hukum (APH) harus bertindak cepat, agar netralitas ASN maupun Tenaga Honorer dapat terjaga. Dan mencegah kejadian yang sama tidak terjadi lagi di desa lainnya di wilayah Kota Subulussalam. [RM]