Ketika Warisan Dirampok Paman, Ahli Waris Anggap PA Pekanbaru Abaikan Hak Mereka

oleh
oleh
Share artikel ini

PEKANBARU detiknews86.com Ketika hak anak-anak atas warisan harta peninggalan ayah ibunya yang sudah meninggal dunia digugat sang paman, hakim Pengadilan Agama (PA) Pekanbaru, malah memenangkan sang paman dan menghukum anak-anak tersebut untuk menyerahkan harta pencarian ayah ibunya kepada sang paman dan hak mereka sebagai pewaris dianggap tidak sah. Namun, setelah hampir 10 tahun hasil sidang di PA Pekanbaru, tahun 2013, sampai hari ini tahun 2023, PA Pekanbaru masih berusaha ”bernegosiasi” atau mediasi agar pihak anak-anak almarhum Amir Ali bersedia untuk menyerahkan warisannya kepada para pamannya. Tapi, anak-anak Amir Ali bersikukuh mempertahankan hasil jerih payah ayah ibunya tersebut yang secara de facto dan de yure adalah hak mereka sebagai anak-anak kandung almarhum Amir Ali dan almarhumah Molon Djainur.

Anak-anak mendiang Amir Ali dan Molon Djainur ini menilai pihak PA Pekanbaru mengabaikan hak-hak mereka sebagai anak yang seharusnya mewarisi harta peninggalan ayah ibu mereka. Dalam masa sidang sejak awal mereka sudah merasa dizalami, karena saksi juga fakta dan data yang mereka ajukan sebagai bukti keabsahan hak mereka sebagai pewaris tidak pernah digubris, bahkan tidak pernah diperiksa di PA Pekanbaru. Justru pihak paman mereka yang menguasai sebagian harta peninggalan orangtua mereka sejak awal persidangan tidak pernah mengajukan harta-harta mana saja yang mereka kuasasi, tapi selalu merecoki harta-harta yang dikuasasi anak-anak almarhum.

“Tapi hakim membutakan mata dan hati mereka ke kami. Kami tidak didengarkan. Yang didengar hakim hanya pernyataan dan keinginan paman kami untuk menguasai harta orangtua kamid an merampok apa-apa yang sudah diberikan Abak dan Amak untuk kami anak-anaknya,” ungkap Rosma Ali pada media.

Semua ini diceritakan Rosma Ali dan Yulia Suryani, dua dari enam anak Amir Ali dan Molon Djainur kepada media di kediamannya, Jalan Pangeran Hidayat Pekanbaru, Kamis (16/2/2023). Dua dari enam anak almarhum Amir Ali ini sesekali meneteskan airmata, mengenang kedua orang tuanya yang saat ini sudah meninggal dunia.

Dikisahkan Rosma yang akrab dipanggil Amoi, sebagian harta peninggalan ayahnya dikuasai pihak pamannya, seperti sebuah toko di Padang yang dikuasai Anwar Rambo dan sawah seharga satu kilogram emas di Tiku yang menurut informasi pihak keluarga di kampung sedang digadaikan pamannya. Padahal kedua aset itu atas nama ayah mereka Amir Ali. Tapi tidak pernah disebut di sidang PA Pekanbaru hingga akhir persidangan.

“Abak pernah carito, kalau beliau jo Amak ko menikah dalam kondisi nol. Abak waktu itu manggaleh lado, dan Amak alah pegawai di PU Pekanbaru. Amak punyo amak angkek, manggaleh bareh di pasa. Kebetulan kadai nenek angkek kami tu sabalah abak manggaleh lado. Amak hampia tiok hari maantakan nasi nenek ke kadai, itu awal mulo Abak jo Amak mulai berhubungan hingga mereka menikah 1 Desember 1958. Dan dari pernikahan itulah lahir kami enam orang anak Abak jo Amak, 2 laki-laki dan empat perempuan. Tapi dari carito Amak kami, sajak awal nenek kami, ibu dari Abak kami, Nurcahya indak suko jo Amak kami. Bahkan sering barusaho mamisahkan Abak jo Amak kami. Alhamdulillah Abak jo Amak tatap setia sampai akhir hayat kaduonyo. Tapi Amak kami labiah dulu maningga,” tutur Rosma yang diamini adinya Yulia Suryani.

Dalam cerita tentang ayah dan ibunya, kedua kakak beradik paroh baya itu sesekali mengusap air mata yang menetes di sudut mata mereka. Kenangan pada ayah dan ibu mereka begitu membuat mereka bahagia dan sedih secara bersamaan. Bercerita bagaimana kedua orangtuanya berjuang demi anak-anaknya. Menjamin kehidupan anak-anaknya, kedua orangtua itu berhemat dan mulai membeli asset-aset, hingga yang terlihat sekarang, ada tanah, rumah, toko dan kedai. Dan sebagai orangtua, Amir Ali secara lisan mewariskan hartanya untuk anak-anaknya.

Untuk ibunya, Nurcahya, Amir Ali juga sudah menyiapkan, bahkan membelikan rumah di dekat rumah yang dibangunnya untuk anak-anaknya di Jalan Pangeran Hidayat Pekanbaru. Sampai hari ini, rumah itu yang terdiri dari dua petak, salah satunya ditempati anak Zainab, salah seorang keponakan ayahnya, dan satu petak lagi digadaikan pihak pamannya.

Banyak yang diceritakan Amoi dan Yulia, dan semua bermuara pada rasa sedih mereka atas sikap paman-paman mereka yang secara jelas bukan tanggung jawab ayah mereka, tapi menuntut harta pencarian ayah ibunya. Dan PA Pekanbaru, telah mematahkan hak mereka sebagai anak kandung Amir Ali dan Molon Djainur sebagai pemilik harta benda itu. Harusnya, ketika ayah ibunya sudah meninggal dunia, pihak keluarga ayahnya sebagai garis nasab mereka secara hukum dan agama, menanggung jawaban mereka, bukannya menzalimi mereka dan “merampok” harta warisan ayah ibunya.

Menurut Amoi, mereka juga pernah membawa saksi hidup dan notaris yang sudah mengesahkan hak waris mereka atas beberapa aset peninggalan ayahnya, sebelum ayahnya meninggal dunia, tapi semuanya diabaikan PA Pekanbaru, tidak pernah diperiksa apalagi dihadirkan dalam persidangan.

Saat ini, Amoi dan Yulia beharap, masih ada keadilan untuk mereka, sebagai anak-anak kandung almarhum Amir Ali dan Molon Djainur. Kami akan mempertahankan ini, karena amanah ayah kami sebelum beliau meninggal dunia, ungkap mereka bersamaan.*