Kota Bandung://detiknews86.com/- Saya teringat tahun 2017 ketika masih menjabat sebagai Ketua Umum salah satu Serikat Pekerja Perbankan, saat itu diacara perayaan hari jadi serikat tersebut yang sudah masuk usia 18 tahun seorang DIrektur HR menyampaikan satu konsep kemitraan antara manajemen dengan serikat yang ditawarkan yaitu Kolaborasi.
Narasi tersebut juga muncul menjelang pemilihan umum tahun 2024 dari salah satu petinggi Kamar Dagang Indonesia (KADIN) saat diinterview diacara Podcast, yaitu Kampanye Kolaborasi. Lalu pikiran saya melayang, teringat dengan kejadian kawan-kawan saya korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Kota Bandung dan kota-kota lainnya.
Ada yang di PHK lalu pesangonnya dicicil selama 5 (lima) tahun oleh perusahaannya, ada pula yang masih berjuang dimeja persidangan hubungan industrial untuk mendapatkan pesangon sesuai ketentuan yang berlaku saat keputusan PHK dikeluarkan, jauh hari sebelum Undang Undang Cipta Kerja berlaku.
Peristiwa peristiwa yang terjadi seperti contoh diatas tidak hanya satu atau dua Perusahaan saja, tetapi juga banyak terjadi di Perusahaan Perusahaan lainnya, yaitu Ketika Perusahaan memberlakukan sebuah kebijakan dimana Undang Undang No.13 Tahun 2003 masih berlaku, dan proses perselisihan cukup Panjang hingga Undang Undang Cipta Kerja berlaku, sehingga dijadikan dasar hukum atas kebijakannya yang dikeluarkan sebelumnya.
Saya mencoba menarik benang merah atas kondisi-kondisi diatas, buat saya kesimpulannya adalah itulah perwujudan narasi ‘Kolaborasi’ yang saya dengar 5 (lima) tahun lalu dari seorang Direktur HR dan muncul lagi ketika menjelang Pemilu oleh seorang petinggi KADIN. Dan kolaborasi itu telah dilakukan Perusahaan dan para pembuat kebijakan di DPR untuk meng-GOL-kan Undang Undang Cipta Kerja berlaku yang saat ini menyengsarakan kaum buruh.
Seakan-akan sepertinya para pengusaha pemilik Perusahaan Perusahaan sudah meyakini bahwa Undang Undang Cipta Kerja PASTI BERLAKU, sehingga tidak sungkan sungkan mereka mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan Undang Undang yang berlaku saat kebijakan itu diberlakukan, yaitu Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenaga Kerjaan.
Pemerintah dan DPR-pun terbukti ngotot dalam memberlakukan Undang Undang Cipta Kerja tersebut, tanpa mempedulikan aksi aksi demonstrasi penolakan yang massif hampir diberbagai kota, bahkan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghasilkan keputusan bahwa Undang Undang tersebut Inkonstitusional bersyarat-pun disiasati dengan dibuatkan-nya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang yang selanjutnya disambut oleh DPR dengan diputuskan PERPPU tersebut untuk menjadi Undang Undang Kembali.
Kolaborasi Pengusaha, Pemerintah dan DPR yang menyengsarakan buruh itu harus menjadi refleksi kita kaum buruh bahwa menguasai kursi di parlemen di Pemilu 2024 adalah Langkah strategis untuk mematikan benih benih Oligarki yang semakin mengakar di negeri ini, dan menjadi penyeimbang hegemoni kaum pemodal yang saat ini menguasai parlemen, tak heran Partai Buruh menegaskan tidak akan berkoalisi dengan 9 (Sembilan) Partai yang berada di parlemen.
Kaum buruh juga harus sadar diri, tidak hanya buruh pabrik, karena Undang Undang Cipta Kerja juga berlaku bagi buruh sektor lain, termasuk kalian yang berdasi dan bekerja didalam ruangan dingin ber-AC bahwa sudah cukup bagi kelas pekerja “berkolaborasi” dengan partai-partai pendukung Undang Undang Cipta Kerja, juga berlaku kepada partai yang katanya menolak, tetapi tidak pernah hadir saat diundang di sidang-sidang Mahkamah Konstitusi saat diajukan Uji Formil dan Uji Materiil.
Jika masih ada kaum buruh yang masih saja berkolaborasi dengan partai partai di Parlemen maka patut dipertanyakan, integritas, konsistensi dan komitmen-nya selama ini, apalagi jika mereka adalah pengurus serikat, siapa sebenarnya yang dia perjuangkan, kaum buruh kah? Pengusaha kah? Atau perutnya sendiri? Sehingga menutup mata, mulut dan telinganya terhadap penderitaan kaum buruh saat ini.
Jika kawan-kawan buruh memiliki kawan sesama buruh pada posisi seperti itu maka sadarkanlah, siram dengan air agar mereka sadar, dan jika kawan-kawan buruh memiliki pemimpin buruh pada posisi seperti itu maka harus segera diganti, karena menggadaikan perjuangan murni buruh hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok adalah dosa tidak termaafkan.
Kembalilah ke rumah sendiri, PARTAI BURUH !
Prana Rifsana
Ketua EXCO Kota Bandung.
( Red ).