PWI SUMSEL GELAR NGOPI COW (NGOBROL PINTAR CARO WARTAWAN)

oleh
oleh
Share artikel ini

PALEMBANG,||Detiknews86.com – Persatuan Wartawan Indonesia Sumatra Selatan (PWI Sumsel) menggelar Ngopi COW (Ngobrol pintar caro wartawan) dengan tema “Mematuhi KEJ dan Kode Perilaku Wartawan” Masihkah Terjerat Pidana?. Kegiatan itu dipusatkan di kantor PWI Sumsel Jalan Supeno No 11 Palembang, Selasa (21/12/2021).
Diskusi menghadirkan Kapolda Sumsel  Irjen Pol Drs Toni Harmanto MH diwakili Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Supriyadi, Ketua DKP PWI Sumsel H Kurnati Abdullah, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Sumsel Anwar Rasuan, Penasihat PWI Sumsel H Muslimin.

Acara berlangsung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid-19, seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
Ketua PWI Sumsel H Firdaus Komar SPd MSi mengatakan permasalahan wartawan yang berupa produk jurnalistik untuk tidak diselesaikan melalui kepolisian.

“Sesuai dengan kerjasama PWI dengan Kapolri derta Komnas HAM, permasalahan yang menyangkut produk jurnalistik ketentuan prosedurnya melalui Dewan Pers terlebih dahulu. Ya, hal itu tercantum dalam UU ITe ayat 7 poin kedua,” pungkas pria yang dipanggil Firko ini.
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriyadi, mengakui sejauh ini kepolisian memang sering mendapatkan laporan dari warga. “Ya, kalau soal laporan pencemaran nama baik oleh rekan pers ada. Biasanya rekan dilapangan tidak konformasi terlebih dahulu. Dan hal itulah yang menjadikan permasalahan terkait laporan,” ujarnya.
Namun dalam hal ini, pihaknya akan selalu berkoordonasi dengan PWI terkait laporan.
“PWI juga perlu memperhatikan banyak media yang tidak terdaftar. Terus terang jika ada nomor yang tidak dikenal mau konfiirmasi saya tidak angkat. Karena jika wartawan di Sumsel, sebagian besar ada nomornya saya. Kita juga akan memberikan informasi apa saja, asal sumbernya jelas. Kita akan selalu menjaga sinergitas Polda dan media,” ungkapnya.
Bahkan, pihaknya juga terbuka bagi wartawan yang ingin meliput kegiatan di Polda Sumsel. “Asalkan ada surat tugas dari kantornya, kami terima,” tegas Supriyadi.
Ketua DKP H Kurnati Abdullah mengatakan wartawan harus banyak belajar tentang Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Kode Perilaku Wartawan. “Ya, saya yakin kawan-kawan wartawan banyak yang tidak membaca KEJ dan Kode Perilaku Wartawan. Ya, KEJ dan Kode Perilaku Wartawan itu hampir tidak ada bedanya.

Namun, kita harus membaca dan memahami isi KEJ dan Kode Perilaku Wartawan,” pinta mantan Ketua PWI Sumsel dua periode ini
Ia mengakui banyak wartawan saat ini dalam penulisan berita hanya copy paste. “Boleh saja copas berita, tapi diubahlah dam dicek dulu kebenaran berita itu. Lalu mengkonfirmasi lagi,” pungkasnya.

Dikatakan dia, mengingat banyaknya keluhan dari pejabat jika banyak media online yang belum terverifikasi.
“Kita harus mengikuti aturan dewan pers. Jadi untuk mendirikan media tidak serta merta. Harus memiliki landasan yang kuat serta memiliiki profesionalitas,” jelasnya.

Terpisah, penasehat PWI Sumsel, H Muslimin, menjelaskan wartawan harus mengetahuai KEJ dan KPW. Ini menurutnya, dasar pemikiran bahwa kita memiliki prinsip dasar secara nasional sesuai UUD’45. Dimana negara kita adalah negara hukum. Selain itu, dalam negara berdaulat Demokrasi yang berkuasa adalah rakyat. “Hukum dan demokrasi akan menjunjung tinggi hak azazi manusia. Mengacu pada prinaip dasar UU Pers yang dibuat,” kata dia.
Dimana dalam pasal 3 ayat 1, disebutkan jika pers adalah sebagai sarana media informasi, Pendidikan, hiburan serta control sosial. “Khusus control sosial sering berbenturan dengan pemahaman demokrasi yang berbeda. Kontrol sosial berkaitan dengan kritik sosial. Dan penguasa. Umumnya penguasa enggan  di kritik. Sedang pemikiran menolak kritik adalah pemahaman otoriter, Karena enggan dikontrol menghambar kebebasan pers,” jelasnya.

Dia juga mengatakan kebebasan pers di Indonesia sendiri, sejauh ini masih rendah. Bahkan angkanya dibawah 40 persen. “Meskipun sangat rendah kita lebih baik dari singapura dan Vietnam,” jelasnya. dia juga mencatat banyak kasus kekerasan yang terjadi. Dimana sejauh ini sudah ada 865 kasus kekerasan. (TZ)