Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar kembali dilaporkan ke KPK.

Share artikel ini

Jakarta – Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar kembali dilaporkan ke KPK. Dia diduga menyalahgunakan jabatan (abuse of power) dalam kasus Panwas Haji 2024 dengan mengikutkan istri dan timnya dalam rombongan Panwas Haji.

Kali ini elemen masyarakat yang melaporkan Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar, adalah National Corruption Watch (NCW). Mereka melaporkan Cak Imin pada Senin (12/8/2024) siang ke Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Yang membedakan dari laporan sebelumnya dalam kasus serupa, kali ini Cak Imin dilaporkan atas tindakan penyalahgunaan jabatan tak hanya kasus Panwas Haji tahun 2024.

“Cak Imin ternyata selama tiga tahun berturutturut dari tahun 2022, 2023, dan 2024 melakukan penyalahgunaan jabatannya untuk mengikutkan istri dan rombongan dalam tim Panwas Haji,” ungkap Donny Manurung, juru bicara NWC, usai pelaporan kepada media Senin, 12 Agustus 2024.

Selain dilaporkan karena diduga abuse of power, Cak Imin juga dilaporkan karena dinilai melanggar Peraturan DPR No 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik. Ada dua pasal yang dilanggar terkait keikutsertaan istri dan rombongan dalam tim Panwas Haji.

Pertama, bagian Keterbukaan dan Konflik Kepentingan. Yakni pasal 6 ayat (4) yang menyatakan, anggota DPR dilarang menggunakan jabatannya untuk mencati kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan.

Kedua, bagian Perjalanan Dinas. Yakni pasal 10 ayat (3) yang berbunyi, anggota DPR tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas, kecuali dimungkinkan oleh ketentuan perundang-undangan atau atas biaya sendiri.

Setelah diterima petugas KPK selama 1 jam, tim NCW melanjutkan pelaporan ke Kejaksaan Agung untuk kasus yang sama. “Kita tunggu siapa duluan yang merespon laporan kita,” tegas Donny.

Dalam berkas yang diserahkan ke KPK sebagai barang bukti, kata Donny, dilampirkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Panwas Haji tahun 2022, 2023, dan 2024, serta visa Cak Imin bernama Rustini dan rombongan.

“Ini patut diduga ada penyalahgunaan keuangan negara. Dalam LPJ, satu petugas Panwas dibiayai negara 23.000 dolar AS. Sementara Cak Imin beserta istri, staf, dan rombongan yang jumlahnya banyak,” ungkapnya.

Menurut Donny, biaya untuk Panwas Haji menggunakan dana APBN. Jadi, patut diduga tindakan penyelewengan jabatan oleh Cak Imin berpotensi merugikan keuangan negara.

“Coba 23.000 dolar AS dikalikan jumlah staf dan istri Cak Imin yang ikut selama tiga tahun musim haji. Itu jumlah yang sangat banyak,” tuturnya.

Donny berharap, KPK maupun Kejaksaan Agung segera memanggil, memeriksa, dan menangkap Cak Imin. Sebab, barang bukti sudah cukup.

R.